Rindu si anak ayam
Bismillah
Alhamdulillah tak seperti kemarin siang ini udara begitu nyaman, terik mentari tak segarang beberapa hari yang lalu. Meski meregut sesekali kecup angin terasa manja didedaunan yang bergoyang. Warna langit pun tak sebenderang kemarin, dengan warna biru cerah yang mendominasi. Satu kata untuk siang ini, nyaman. Itu justru mengundang buai kantuk yang lezat untuk dinikmati siang ini.
Siang ini, kisah kita akan bercerita tentang satu hewan ternak peliharaan keluarga kami, ayam. Sejak menetap di Kayu Agung, memelihara ayam menjadi hiburan kami. Selain bisa mengkonsumsi dagingnya, telur segarnya menjadi favorit, Faatih, anakku.
Dulu sekali, saat baru memulai memelihara ayam, setiap ayam yang kami punya memiliki nama. Seolah mengerti, ayam yang dipanggil sesuai namanya memang terlihat seperti mengenal kami,tuannya. Ternyata berdasar sebuah artikel yang pernah terbaca oleh ku, ternyata ayam memang mengingat orang yang kerap memberinya makan.
Akan tetapi, karena setiap ayam memiliki nama, misal Na, Ni,Nu,Ne dan No belum lagi nama-nama lainnya yang tak bisa kusebutkan, sebab suka menimbulkan protes bagi yang mendengarnya. Ada dampak buruknya, kami sekeluarga nyaris ngak tega menyantap ayam-ayam itu, berasa ada tautan perasaan.
Akhirnya, ayam-ayam itu mati dengan sendirinya, sakit, ditabrak kendaraan ataupun hilang... Apa pembaca pernah mengalami sentimentil seperti ini?
Sejak saat itu, setelah pindah ke tempat baru dan hobi beternak ayam dilanjutkan, tak lagi ayam kami bernama. Alhamdulillah, bisa kami nikmati dagingnya....koq bisa ya?
Nah siapakah yang menjadi model di atas? Itu adalah induk ayam yang paling ganas. Ia tidak takut menerjang seekor anjing yang ingin memangsa anaknya. Iya juga paling sering berantem, dengan sesama ayam, apalagi saat berebut makanan. Dan kisah sentimentil itu terjadi pagi ini.
Karena akan keluar kota selama beberapa hari, sedang anak-anaknya sengaja dikurung di kandang untuk menghindari predatornya,kucing. Maka, sejak dua malam lalu kalau malam kami dibiarkan ia terpisah dengan anak-anaknya.
Sengaja hal itu dilakukan, agar anaknya terbiasa terpisah dari induknya terlebih di malam hari.
Dua hari berlalu, induk dan anak terpisah. Ternyata anak-anaknya baik-baik saja dan induknya pun tak menjauhi anaknya. "Alhamdulillah, bisa ditinggal," ujar suamiku senang.
Pagi ini, melihat induknya mematuk makanan disekitar kandang, anak-anaknya berlompatan sambil berciap-ciap nyaring. Akhirnya, suami memasukkan induk ayam bergabung dengan anak-anaknya.
Pemandangan haru terlihat, para anak berebutan menaiki punggung induknya, beberapa yang lain menyuruk diantara ke dua kaki induknya. Mereka berlompatan riang, seperti begitu bahagia bertemu dengan induknya.
Induknya pun tetap cool, dengan gaya anggunnya mematuk makanan yang berserakan disekitar mereka. "Mereka kangen, emaknya," ujar suamiku takjub. Mataku tak berpaling melihat pertunjukkan kasih sayang dihadapanku ini. Sungguh tetiba haru menyeruak dihatiku.
Ayam saja Allah titipkan rasa kasih dan sayang. Meski mereka hewan yang kerap berakhir di kuali, tetapi ada kasih sayang yang Allah titipkan sebagai anugrah untuk mereka, induk bisa mengasuh anak-anak nya. Sedangkan kita, punya akal, punya ilmu dan hebat kadang kerap lalai untuk menikmati rahmat Allah yang sederhana namun terasa mahal ini. Salah satunya, masih suka ngak sabar menghadapi anak, itu saya ya. Maafin umi, Faatih.
Kutatapi keriuhan di kandang sederhana ini, mungkin dengan bahasanya mereka sibuk bercerita bertanya kabar dan berkata, " Induk..kami kangen, kami rindu Induk...!"
(Kayu Agung, 14 Juni 2022,
Sungguh, Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Ia Maha Kuat, juga Maha Lembut...akupun meleleh...)
Siiiip cerita nya natural,...keren..
BalasHapusAnak-anak...ya anak-anak...ok,sip
HapusAku juga punya ayam, tiap kali keluar rumah tuh ayam selalu ngejar, kepedean ayamnya dikira mau ngasih makan๐
BalasHapusKrn emang dihafal,ibu suka kasih makan...hehe
HapusNgata-ngatain kan ? .
BalasHapusYang pertama
Duuh unyu bangeet itu kisah jadi melou.
2. Saya juga punya kucing yang sellau kami beri nama dan ga pernah tega kita sama kucing. Tapi kalo ayam? Hajar aja saat nya panggang yaa panggang hahaha....
Haha...makanya gemes ya kan, gegara dikasih nama jd ngak tegaan. Dalam waktu singkat kami pernah kehilangan 17 ekor ayam, yg harusnya masih bisa dikonsumsi. Jd sekarang ayamnya anonim aja...ya ayam, jd bisa dipanggang atau di sop, hehehe. Riweuh tak.
HapusSerius Kisahnya menggugah hari ๐
BalasHapusTerimakasih Bu Ovi
HapusSeriuus kisahnya menggugah hati
BalasHapusHe he he ,takut di klaim salah menyebut Bu he he ,mantap renyah tulisannya dan sehat selalu
BalasHapusHeheh....terimakasih Pak Rus....ini susi
HapusWaw mantap ayam kampung dan konsumsi telurnya akan sehat selalau ,ya Bu
BalasHapusBenar sekali,Pak. Cita rasanya beda.
HapusAyaaam,ayaaam suka buang hajat di teras tak ada tempat lain yang nyaman ya selalu teras tempat ternyaman kali ya.Semoga ayam bakar Susi gak gitu ya.
BalasHapusYa enggak lah,Bun...kan dah dibakar, pasti beda aroma dan nikmat rasanya...hehe
HapusApalah daya adik uni ini tidak pernah berani pegang ayam. Tapi pegang kalau udah maska berani.. Haha
BalasHapusSama aja....makan ayam mau, pegang ayam meski termasuk cucu ayam baru belakangan ini berani.
HapusAq ogah pelihara ayam krn ya sama nggak tega makan dagingnya, trus kalo nggak makan ayam, aq makan apa sus, hehehehehe, keren ramuan nya
BalasHapusTelornya....enak...makasih
Hapus